Selasa, 11 Oktober 2011

DASAR MANAJEMEN PERIKANAN



DASAR MANAJEMEN PERIKANAN”
Negara maju dan berkembang seperti Indonesia telah banyak menerapkan berbagai instrument pengelolaan untuk mengendalikan dan mengelola sumberdaya perikanan secara berkelanjutan. Untuk mengikuti permasalahan dan kebutuhan yang ada maka penerapan instrument pengelolaan pada perikanan tangkap secara global akan terus berubah-ubah sepanjang tahun. Dimulai pada tahun 50-60an yang menerapkan instrument maximum sustainable yield (MSY). Sepuluh tahun kemudian setelah instrument MSY gagal, maka pengelolaaan dilakukan melalui prinsip ekonomi rasionalisasi yang merupakan manajemen berbasiskan instrument ekonomi neoklasikal.Pada tahun 90an, kebijakan pengelolaan Kawasan Konsevasi Laut (KKL) mulai bergema. Selanjutnya mulai diperkenalkan kebijakan pengelolaan yang berbasiskan masyarakat seperti local community approach, dan lain-lain. Kebijakan terbaru muncul tahun 2000an merupakan model pengelolaan yang mengintegrasikan berbagai aspek dalam bentuk integrated management.
Peran penyuluhan perikanan dapat dilihat dengan tercapainya tujuan pembangunan perikanan yaitu yang tercermin dalam visi pembangunan kelautan dan perikanan : “pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan yang lestari dan bertanggung jawab bagi kesatuan dan kesejahteraan anak bangsa.Penyuluh perikanan dapat dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan, meliputi tingkat satu yang berfokus pada lini terdepan dalam pelayanan penyuluhan; tingkat dua berfokus pada pengembangan program dan merupakan penghubung antara kelompok penyuluh di tingkat satu dan tiga, dan tingkat tiga merupakan penyuluh perikanan yang berfokus pada kegiatan advokasi kebijakan pada lini atas.
Secara mendasar, seluruh penyuluh perikanan harus menguasai prinsip-prinsup penyuluhan terutama terkait dengan kemampuan pengorganisasian masyarakat, komunikasi informasi-inovasi, dan advokasi. Secara spesifik, penyuluh perikanan dapat mengembangkan kekhususan sesuai bakat, minat, dan konsistensi bidang yang dimilikinya, bisa di bidang budidaya perairan, teknologi penangkapan ikan, pengolahan, pemasaran dan pengembangan kelembagaan sosial-ekonomi perikanan.
Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan sumberdaya perikanan yang tinggi 5,8juta km2 dan 6000 jenis ikan yang belum teridentifikasi. Sumberdaya perikanan laut, khusus nya ikan merupakan salah satu aset nasional yang sangat strategis sebagai modal dasar bagi kelanjutan pembangunan nasional sedangkan sumberdaya perikanan laut yang sangat besar, yaitu sekitar 6,6 juta ton per tahun, yang baru dimanfaatkan sekitar 34 persen. Saat ini sudah banyak sumberdaya perikanan yang rusak atau terganggu, maka perlu dilakukan pengelolaan agar sumberdaya tersebut tetap lestari.
Beberapa contoh kasus dalam pengelolaan perikanan, yaitu:
  1. Kawasan Konservasi Laut (KKL); optimisasi dan dampak sosial ekonomi perikanan,
Kebijakan mengenai instrument pengelolaan perikanan selalu berubah sepanjang tahun, namun kebijakan KKL sangat menimbulkan kontroversi karena instrument ini masih diragukan dampak sosioekonominya bagi masyarakat pesisir terutama nelayan.
  1. Nilai tambah dari produksi pemanfaatan kredit pengambek pada usaha penangkapan ikan,
Salah satu kendala yang di hadapi sebagian besar nelayan dalam meningkatkan produksi adalah kurangnya modal. Sebenarnya pemerintah sudah mengupayakan penyaluran kredit untuk para nelayan yang sering disebut kredit program, namun dalam kenyataannya kredit tersebut belum banyak dimanfaatkan oleh nelayan karena dalam pelaksanaannya banyak kelemahan-kelemahannya. Walaupun bunga cukup tinggi karena kredit pengambek sesuai dengan keinginan nelayan maka kredit ini banyak dimanfaatkan oleh nelayan.
  1. Konflik sosial dalam masyarakt nelayan,
Penyebab terjadinya konflik antara nelayan tradisional dengan nelayan modern disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
  1. Masih beoperasinya alat tangkap yang sudah dilarang penggunaannya oleh pemerintah
  2. Pelanggaran jalur penangkapan
  3. Perbedaan teknologi penangkapan
  4. Kurang optimalnya fungsi dan peran kelembagaan atau institusi pemerintah
  5. Hukum dan peraturan perikanan yang tidak tegas.
  1. Penguatan kelembagaan dengan model comanagement dalam rangka menuju pengelolaan perikanan berkelanjutan.
Lembaga Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat (DPL-BM) adalah suatu lembaga yang dikelola oleh masyarakat sekitar dan didukung oleh pemerintah. Lembaga inilah yang diharapkan mampu mengatasi kerusakan sumberdaya yang terjadi diperairan Indonesia. Akan tetapi, lembaga DPL-BM di Desa Tanjung Jaya masih menghadapi banyak kendala dalam melaksanakan tugasnya. Kurangnya keprofesionalisme dalam pengelolaan organisasi, kurangnya insentif pengurus lembaga dan masih lemahnya landasan hukum adalah faktor utama yang menyebabkan kinerja lembaga ini masih belum optimal.
Solusi mengenai kasus pengelolaan sumberdaya perikanan diatas, diantaranya adalah:
  1. Setelah dilakukan justifikasi mengenai dampak pembangunan KKL terhadap sosioekonomi masyarakat sekitarnya didapat kesimpulan bahwa KKL menyebabkan pengelolaan stok ikan dan usahapenangkapan yang lebih baik. Namun dibutuhkan pembentukan kelembagaan yang baik untuk mengakomodasikan masyarakat lokal agar mereka menyadari pentingnya KKL, ini menjadi penting karena kondisi lingkungan perairan yang secara ekologis sudah banyak mengalami gangguan. Koordinasi yang baik diantara stakeholder seperti Departemen Kehutanan, Departemen Perikanan dan kelautan, pemerinta Daerah, dan masyarakat setempat akan membantu efektivitas pembangunan KKL.
  2. Sehubungan dengan kesimpulan disarankan: 1) Pemerintah memberikan kredit kepada nelayan dengan bunga rendah dan dengan prosedur seperti kredit pengambek, 2) Perlu dilakukan penelitian lanjutan yang mengkaji faktor apa saja yang menjadi kendala tidak semua nelayan memanfaatkan kredit pengambek.
  3. Konflik yang terjadi antara nelayan tradisional dengan nelayan modern dapat diselesaikan melalui upaya:
  1. Jika kapal-kapal yang dilarang tersebut tetap beroperasi, maka nelayan tradisional menghendaki adanya kontribusi dari nelayan modern berupa 5% dari hasil tangkapan nelayan modern tersebut.
  2. Penetapan jalur penangkapan yang jelas bagi nelayan tradisional dan bagi nelayan modern.
  3. Sikap tegas pemerintah provinsi dan kota terhadap segala macam pelanggaran yang terjadi
  4. Kemitraan usaha antara nelayan tradisional dengan nelayan modern.
  1. Permasalahan kurangnya keprofesionalismean pengurus dapat diatasi dengan pelatihan tentang manajemen organisasi dan pembimbingan tentang dasar-dasar kepemimpinan. Insentif bagi pengelola dapat diatasi dengan bantuan dari pemerintah daerah berupa alat tangkap dan perahu serta dana operasional bagi pengelola agar mereka memiliki sumber penghasilan dengan menangkap ikan sekaligus melakukan pengawasan terhadap kawasan konservasi. Landasan hukum yang ada berupa PERDES hanya berlaku bagi penduduk Desa Tanjung Jaya sedangkan nelayan dari desa lain masih melakukan penangkapan di kawasan konservasi, sehingga aturan yang ada tidak bersifat menyeluruh. Oleh karena itu diperlukan suatu PERDA yang dikeluarkan oleh Pemprov.
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa sistem penyuluhan perikanan dalam mengantisipasi perubahan harus memiliki sumber daya manusia (penyuluh perikanan) yang profesional. Profesionalitas itu dapat dimanifestasikan dalam bentuk kompetensi yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha, dan tuntutan perubahan kondisi sumber daya alam dan lingkungan yang kompleks. Tantangan penyuluhan perikanan ke depan tak hanya berkisar pada masalah kapasitasi pelaku utama dan usaha, namun perlu pula dikembangkan strategi pengembangan SDM penyuluh perikanan yang dibangun secara sistemik oleh Departemen Kelautan dan Perikanan dengan bekerja sama dengan multi pihak, baik pemerintah, swasta, dan representasi masyarakat terkait. Perubahan-perubahan yang dihadapi dan harus diantisipasi melalui sistem penyuluhan di bidang perikanan-kelautan meliputi:
  1. Perubahan kondisi sumber daya alam meliputi penurunan kondisi lingkungan, perubahan iklim, dan keterbatasan ruang pemanfaatan sumber daya.
  2. Perubahan arah kebijakan dan strategi pembangunan kelautan-perikanan yang berkaitan dengan skala prioritas.
  3. Tuntutan kebutuhan dari masyarakat, baik pelaku utama mau pun pelaku usaha, yang berdampak pada tuntutan profesionalitas penyuluh perikanan yang kompeten di bidangnya, sehingga pengembangan SDM penyuluh mendesak untuk dilakukan.
  4. Pengembangan struktur organisasi penyuluhan perikanan baik di tingkat pusat mau pun daerah yang lentur, namun tetap dalam koridor pelayanan penyuluhan yang bermutu.
  5. Perubahan teknologi dan modernisasi di bidang perikanan harus disesuaikan dengan kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha, dengan mempertimbangkan kompleksitas, triabilitas, efisiensi, kompatibilitas, dan adaptabilitasnya baik terhadap lingkungan fisik, mau pun lingkungan sosial-politik, dan budaya setempat.
Dengan demikian, sistem penyuluhan perikanan perlu dibangun dengan manajemen sistem yang handal yang mampu mensinergiskan keberadaan ekosistem alam dan karakteristik sistem humanistik yang di dalamnya ada komunitas nelayan, pembudidaya, pengolah, pemasar, dan kelompok masyarakat lainnya. Manajemen sistem penyuluhan perikanan yang handal perlu didukung oleh mekanisme perencanaan, pelaksanaan, dan pendekatan monitoring dan evaluasi yang mantap dan berkelanjutan.


1 komentar: